Maraknya kriminalitas dan kekerasan yang dilakukan oleh anak di Indonesia menjadi tugas tambahan bagi penegak hukum. Anak tidak lagi menjadi korban kriminalitas ataupun kejahatan, akan tetapi sudah menjadi pelaku. KPAI menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan oleh anak tiap tahun meningkat. Data yang dihimpun KPAI menunjukkan bahwa tahun 2011 terjadi kasus kekerasan yang dilakukan oleh anak sebanyak 2178 kasus , tahun 2012 terdapat 3512 kasus, tahun 2013 sebanyak 4311 kasus, dan tahun 2014 ada 5066 kasus. Ada 3 lingkungan yang menjadi sumber kriminalitas yang dilakukan anak yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.

Kasus kekerasan yang dilakukan oleh anak yang masuk ranah hukum diperlakukan sesuai dengan sistem peradilan untuk anak. Hukum peradilan anak memiliki perbedaan dengan peradilan dewasa. Hal ini karena hak dan kewajiban anak berbeda dengan orang dewasa. Selain itu, anak menjadi generasi penerus yang masih harus dijaga dan dilindungi hak-haknya untuk mendapatkan kehidupan yang layak sebagai anak.

Di Indonesia, sistem peradilan anak sudah disusun sesuai aturan dan kebutuhan anak tapi juga memuat sanksi yang tepat bagi anak yang melakukan kekerasan. Saat ini Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak telah diberlakukan dan menjadi acuan dalam peradilan anak. Undang-Undang ini merupakan pembaharuan dari undang-undang sebelumnya yaitu Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Dalam undang-undang tersebut memuat:

  • bab I: Ketentuan Umum (termasuk definisi anak)
  • Bab II: Diversi
  • Bab III: Acara Peradilan Pidana Anak
  • Bab IV: Petugas Kemasyarakatan
  • Bab V: Pidana dan Tindakan
  • Bab VI: Pelayanan, Perawatan, Pendidikan, Pembinaan Anak, dan Pembimbingan Klien Anak
  • Bab VII: Anak Korban dan Anak Saksi
  • Bab VIII: Pendidikan dan Pelatihan
  • Bab IX: Peran Serta Masyarakat
  • Bab X: Koordinasi, Pemantauan dan Evaluasi
  • Bab XI: Sanksi Administratif
  • Bab XII: Ketentuan Pidana
  • Bab XIII: Ketentuan Peralihan
  • Bab XIV: Ketentuan Penutup

Sudarto (1981) mengemukakan bahwa pengadilan anak merupakan segala kegiatan pemeriksaan dan pemutusan perkara yang menyangkut kepentingan anak. Secara yuridis, peradilan anak merupakan bentuk kekuasaan kehakiman yang berbentuk Badan Peradilan, yang melibatkan lembaga Pengadilan, Kejaksaan, Kepolisian, Bantuan Hukum dalam kegiatannya dengan tujuan melindungi dan memberikan keadilan bagi setiap warga negara Indonesia (Wahyono dan Rahayu, 1993). Menurut Dr. Nikmah Rosidah, urutan proses penanganan tindak pidana yang dilakukan oleh anak di tingkat kepolisian yaitu penyelidikan dan penyidikan, penangkapan dan penahanan, pemeriksaan, penahanan, dan penuntutan.

Peradilan anak pada dasarnya memiliki fungsi dengan peradilan pada umumnya yaitu menerima, memeriksa, dan mengadili serta menyelesaikan perkara yang diajukan, namun juga memiliki perbedaan yaitu peradilan anak hanya khusus menangani perkara yang menyangkut anak dan kepentingannya. Pada dasarnya, peradilan anak memberikan perlindungan sekaligus sanksi hukum bagi anak sehingga berbagai pihak yang terlibat dalam peradilan anak harus bisa memberikan sanksi bagi anak yang terlibat tindak pidana namun juga harus memperhatikan segala hak anak. Hal ini menyebabkan tidak menutup kemungkinan adanya diversi yaitu kesepakatan damai antara anak dengan korban melalui musyawarah.

http://www.kpai.go.id/berita/kpai-pelaku-kekerasan-terhadap-anak-tiap-tahun-meningkat/

HUKUM PERADILAN ANAK

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to top
Open chat
1
Selamat datang di konsultanskripsi.com. Ada yang bisa kami bantu?