Badan Pusat Statistik menjelaskan bahwa pengukuran tingkat ketimpangan di Indonesia menggunakan data pengeluaran sebagai proksi pendapatan yang bersumber dari Susenas. Setiap wilayah menghasilkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang merupakan suatu nilai dari barang maupun jasa dari kegiatan perekonomian yang dilakukan dalam suatu wilayah. Terdapat 9 sektor yang tercakup dalam PDRB yaitu sektor pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas dan air bersih; bangunan/konstruksi; perdagangan, hotel, dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, real estate, dan jasa perusahaan; serta jasa-jasa.
Setiap wilayah menghasilkan PDRB dari masing-masing sektor tersebut berbeda satu sama lain. Hal ini menyebabkan ketimpangan antar wilayah. Pendekatan yang digunakan untuk mengukur ketimpangan bisa menggunakan indeks Williamson dan Indeks Entropy Theil dengan pendekatan PDRB, PDRB per kapita, jumlah penduduk, dan pertumbuhan ekonomi. Dengan perhitungan menggunakan indeks Williamson maka dapat dilihat apakah ketimpangannya rendah, sedang, maupun tinggi.
Indeks entropy theil menggunakan dasar kuadaran sebagai dasar perhitungan. Dengan PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi maka dapat ditentukan suatu kuadran wilayah. Kuadran dalam perekonomian dibagi menjadi 4 yaitu kuadran I (daerah maju dan berkembang pesat), kuadran II, kuadran III (daerah maju namun tertekan), dan kuadran IV (darah tertinggal dan tidak berkembang. Untuk menentukan posisi suatu wilayah dalam kuadran dapat menggunakan analisis kuantitatif.