Sumber gambar: https://www.goodreads.com/book/show/13602464-metode-penelitian-ilmu-sosial
Nurdin dan Hartati (2019) membagi metode penelitian sosial menjadi 2 (dua) yaitu penelitian kualitatif dan kuantitatif. Hardiman (1990) mengemukakan bahwa munculnya perkembangan metodologi ilmu sosial adalah karena adanya perdebatan antara ilmu sosial positivis, humanis dan kritis.
1. Ilmu Sosial Positivis
Dua aliran yang berkembang dalam filsafat modern yang dibidani oleh dua tokoh, yaitu Plato dan Aristoteles. Plato menggunakan kekuatan rasio manusia dan menganggap bahwa pengetahuan murni diperoleh dari rasio itu sendiri (apriori), sedangkan Aristoteles mengemukakan bahwa empiris memiliki peranan terhadap objek pengetahuan (aposteriori). Aliran rasio berkembang dan melahirkan beberapa tokoh seperti Rene Descrates, Malebrace, Spinoza, Leibnis, dan Wolff, sedangkan aliran empiris dengan tokoh-tokohnya yaitu Hobbes, Locke, Berkeley, dan Hume.
2. Ilmu Sosial Humanis
Terdapat 3 isu penting dalam sosiologi humanis yang dikemukakan Poloma (1994: 10) yaitu, pertama, menerima “pandangan common-sense tentang hakikat sifat manusia”, dan mencoba membangun di atas pandangan tersebut. Kedua, Sosiolog humanis meyakini bahwa pandangan common-sense tersebut dapat dan harus berlaku sebagai premis suatu asal perumusan sosiologis. Isu ketiga adalah adanya pemahaman bahwa aliran sosiologi humanis “menampilkan kemanusiaan lebih dominan dibandingkan penggunaan aturan metodologis yang bersumber dari berbagai ilmu yang mempelajari berbagai permasalahan manusia”.
Humanisme ilmu sosial menolak adanya pemikiran positivis yang mengambil metode ilmu alam ke dalam ilmu sosial. Aliran ini bermula dari filsafat Kantian yang menolak fakta sosial, angka dari suatu rumusan umum, dan mengasumsikan masyarakat sebagai objek/benda yang diamati.
Max Weber merupakan salah satu tokoh yang pertama dalam aliran ini yang mengemukakan bahwa ilmu-ilmu sosial harus berkaitan dengan fenomena “spiritual” yang menjadi ciri khas manusia dan tidak ditemukan dalam jangkauan ilmu-ilmu alam. Tokoh lainnya adalah Alfred Schuzt yang mengemukakan bahwa sosiologi merupakan cara pandang bagaimana manusia menciptakan atau mengangkat kehidupan sehari-hari, lebih tepatnya bagaimana manusia mengkonstruksi sosial. Generasi selanjutnya adalah Peter L. Berger dan Thomas Luckman.
3. Ilmu Sosial Kritis
Merupakan suatu tradisi yang meyakini bahwa suatu ilmuwan sosial harus berkewajiban secara moral mengajak dalam melakukan kritis sosial dalam suatu masyarakat. Kepentingan teori sosial adalah bentuk empati terhadap struktur sosial yang menindas. Hardiman (1990: 30) mengemukakan bahwa suatu ilmu sosial hendaknya mampu menembus realitas sosial sebagai suatu fakta sosial, menemukan berbagai kondisi yang melampaui data empiris. Selain itu juga mampu memberikan data dan historis yang berdasar pada pengalaman konstekstual.
Berdasarkan konsep tersebut dapat dipahami bahwa ilmu sosial kritis merupakan jalan tengah antara positivis dan humanis. Tokoh dalam aliran ini adalah Felix Weil, Freiderick Pollock, Carl Grundenberg, Max Horkhheimer, Karl Wittgovel, Henry Grossan, Adorno, Marcuse, dam Juergen Habermas.