KEBUDAYAAN
A. Pengertian Kebudayaan
Tjahyadi dkk mengemukakan bahwa kebudayaan merupakan sesuatu yang kompleks dan selalu berkaitan dengan manusia. Setiaatmadja menjelaskan kebudayaan sebagai hasil cipta, karsa, dan rasa manusia. Salah satu tokoh kebudayaan yang karyanya juga menjadi acuan para tokoh antropolog yaitu Edward Burnett Taylor (1832–1917) dalam buku klasiknya Primitive Culture (1871). Taylor mendefinisikan kebudayaan sebagai kegiatan yang dipraktikkan manusia dalam masyarakat seperti kepercayaan, seni, hukum, adat, ilmu pengetahuan, dan sebagainya.
B. Pembentukan Kebudayaan
Pembentukan suatu kebudayaan di kalangan antropolog berdasarkan 3 hal yang dianggap penting yaitu evolusi, difusi, dan akulturasi. Hal tersebut berlandaskan pada penemuan atau inovasi. Inovasi dapat menimbulkan konflik, namun juga menyebabkan proses kumulatif dengan menambahkan dan menyatukan berbagai unsur temuan baru dalam pola kebudayaan lama. Perhatian pada konflik antarkelompok dianggap sosiolog sebagai penyebab perubahan. Para sosiolog memandang bahwa tidak semua inovasi menimbulkan perubahan seperti model mainan anak yang ditemukan, bisa dianggap perubahan pola kebudayaan namun tidak berpengaruh terhadap interaksi atau struktur hubungan antar manusia.
1. Evolusi
Seperti dalam sosiologi, pemikiran mengenai evolusi juga terdapat dalam antropologi yaitu hasil pemikiran yang berubah-ubah.
2. Difusi
Pendekatan difusi lebih umum dipusatkan pada proses difusi atau akulturasi dibanding evolusi. Difusi sebagai proses yang menyebarkan penemuan (inovasi) ke seluruh lapisan masyarakat atau dalam satu bagian masyarakat ke masyarakat lainnya. Dilihat dari pendekatan antropolgi, difusi mengacu pada penyebaran unsur-unsur atau ciri kebudayaan ke kebudayaan lainnya. Secara umum, difusi didefinisikan sebagai penyebaran aspek tertentu dari suatu kebudayaan masyarakat ke kebudayaan masyarakat lainnya.
3. Akulturasi
Akulturasi mempunyai pengaruh lebih besar dibandingkan difusi. Konsep akulturasi merupakan pola perubahan dimana terjadi penyatuan antara dua kebudayaan.
C. Pertumbuhan Kebudayaan
Suatu pertumbuhan kebudayaan dapat ditentukan oleh suatu penemuan, dalam artian menerima sesuatu yang baru. Krober mengemukakan bahwa peran kebutuhan dan faktor kebetulan hanya kecil sekali perannya, sedangkan sumber terbesar adalah impulse (permainan dorongan hati).
Barnett mengemukakan bahwa suatu penemuan merupakan hal yang lumrah. Bahkan setiap orang mampu sebagai seorang penemu, meskipun kecenderungan dan kemampuannya dari batas normal penyimpangan berbeda satu sama lain. Sumber sebagai bahan penemuan yang digunakan oleh seorang penemu adalah kebudayaan itu sendiri dan berbagai pengalaman yang dimilikinya yang tidak dapat dibuat-buat baik secara fisik maupun mentalnya. Pendapat Barnett menekankan bahwa aspek psikologis suatu penemuan memperlakukan kebudayaan sebagai kerangka tempat berlakunya faktor psikologis.
Pernyataan yang dikemukakan Barnett yang menyatakan bahwa suatu penemuan merupakan dasar perubahan kebudayaan memiliki arti penting dimana adanya kekhasan pendekatan antropologi dan sosiologi. Artinya, terjadinya perubahan yang dianggap seorang sosiolog sebagai sesuatu yang penting, antropolog hanya menganggapnya sebagai pendahulu perubahan. Sosiolog mengamati perubahan demografis dan ekonomi sebagai sesuatu yang penting bagi kedua bidang tersebut, juga sebagai akibat dari perubahan bidang lainnya. Murdock mengemukakan bahwa perubahan kedua bidang tersebut mungkin menyebabkan penemuan kultural dan perubahan kebudayaan yang bermula dari proses inovasi, pembentukan kebiasaan oleh seseorang yang kemudian dipelajari atau diterima anggota masyarakat lainnya.
Penekanan pada penemuan menimbulkan pendekatan berbeda antara antropolog dengan sosiolog. Pendekatan mikro sering dilakukan antropolog dengan mengidentifikasi berbagai unsur atau ciri penemuan yang telah menyatu dengan kebudayaan dan yang telah mengubah kebudayaan yang bersangkutan. Berbeda dengan sosiolog yang lebih sering menerangkan pengaruh penemuan, terutama penemuan teknologi dan dampaknya terhadap hubungan antar kelompok dibanding dampak terhadap perubahan kebudayaan. Hal ini menunjukkan sosiolog lebih sering menggunakan pendekatan makro dengan mempelajari perubahan institusional.